Terkuak! RDP Komisi D, Loso: PT. Waskita Tidak Punya Modal, Pemprov Baru Bayar 100 Miliar Dari Anggaran Rp.2,7T

 

Foto : RDP Komisi D DPRD Sumut dengan Dinas PUPR, Biro Pengadaan Barang dan Jasa, PT. Waskita Karya (KSO). 




Medan  ||  Terkait adanya dugaan pelanggaran atas pekerjaan rancang bangun Jalan dan Jembatan provinsi Sumatera Utara, proyek multiyears Rp.2,7 triliun, yang dua tahun belakangan ini tuai kontroversi membuat berbagai kalangan, baik pengamat, aktivis atau pegiat sosial maupun mantan anggota dewan DPRD Sumut periode sebelumnya, 2014 - 2019 serta anggota dewan DPRD Sumut periode sekarang, 2019 - 2024, beramai-ramai untuk angkat bicara. 

Pekerjaan rancang bangun jalan dan jembatan, yang terkenal dengan nama proyek Rp.2,7 triliun di Dinas PUPR Sumut tersebut, sarat dengan kritisi dari berbagai sudut, baik dari sisi dugaan monopoli usaha, tidak terdapatnya pagu anggaran di KUA PPAS/R-APBD TA 2022, dan hanya ditanda tangani 2 dari 5 pimpinan DPRD, serta tidak adanya Payung Hukum yang mengikat dalam pengerjaan proyek Rp.2,7 triliun multiyears (tahun jamak) tersebut.

Pengamat Hukum, Yusri Fachri, SH, MH, dalam hal ini angkat bicara seputar adanya dugaan pelanggaran proyek Rp.2,7 triliun, dimana di Indonesia larangan praktek Monopoli Usaha itu tidak dibenarkan dan hal itu sangat dilarang. 

"Jelas itu dilarang dan itu melanggar UU Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dimana hal tersebut tertulis pada Pasal 3 poin (b) bunyinya: Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil. Maka dengan itu, disinyalir pemerintah provinsi Sumatera Utara telah melanggar undang-undang tersebut, dimana proyek yang seharusnya reguler, dijadikan multiyears, yang kabarnya dimenangkan oleh PT. Waskita Karya, bersama PT. Pijar Utama dan PT. SMJ (KSO)," ujar lelaki berkulit putih, yang akrab dipanggil Pay ini menyampaikan kepada awak media, Rabu malam (5/7/23). 

Proyek reguler, sambungnya, menjadi multiyears, yang dilakukan oleh pemerintah Sumut, sangat jelas ini bisa mematikan ekonomi para kontraktor/pemborong di wilayah daerah tersebut khususnya, dan Sumatera Utara umumnya. Karena proyek Rp.2,7 triliun ini merupakan kumpulan dari berbagai judul pagu anggaran pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. 

"Jika proyek Rp.2,7 triliun ini, kembali menjadi reguler, kan banyak kontraktor-kontraktor daerah terlibat dan dapat mengambil bagiannya, sehingga pemerataan usaha tidak terlanggar dan persaingan usaha itu tidak termonopoli oleh sepihak perusahaan yang besar saja, dan perekonomian para kontraktor dapat terpenuhi," pungkasnya. 



Selanjutnya, Ketua Partai PSI, yang juga aktivis muda mantan anggota dewan DPRD Sumut, periode sebelumnya, 2014 - 2019, HM Nezar Djoeli, ST, ikut angkat bicara terkait proyek Rp.2,7 triliun rancang bangun jalan dan jembatan provinsi Sumatera Utara ini. 

Nezar Djoeli, kepada awak media mengatakan terkait adanya dugaan pelanggaran proyek Rp.2,7 triliun ini, mengacu kepada persoalan dimana proyek multiyears atau tahun jamak itu sebenarnya tidak boleh muncul di P-APBD, tapi dia harus di R, dan juga harus melalui Renja SKPD melalui RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), yang mana Renstra itu adalah pembangunan strategi daerah, yang merupakan nawacitanya kepala daerah, baik gubernur, bupati maupun presiden, yang disusun berdasarkan kampanye kampanye pembenaran sebelumnya. 

Di renstra ini dibahas secara global tentang apa yang menjadi janji kampanye kepala daerah, sebelum terpilih menjadi pejabat daerah. Mungkin saja itu sudah tercantum pada nawacitanya gubernur, tetapi  jalan Mantap itu pasti ada, karena infrastruktur kita masih sekitar 85%  kondisinya di Sumut yang harus di perbaiki kedepan. 

"Persoalan multiyears Rp.2,7 triliun ini bukan merupakan persoalan ada tidaknya di renstra atau di renja. Renja SKPD itu bisa diciptakan berdasarkan RPJMD, tetapi persoalannya adalah anggaran-anggaran itu muncul disaat tidak ada termaktub didalam perencanaan APBD tahun sebelumnya," terangnya. 

Rencana APBD sebelumnya, masih kata Nezar, itu berada didalam pembahasan melalui usulan-usulan dewan ataupun usulan-usulan eksekutif pemerintah daerah yang merupakan mekanismenya, dimasukkan kedalam KUA-PPAS terlebih dahulu. KUA-PPAS ini diusulkan kepada DPRD dan DPRD membahasnya melalui Banggar dan melalui Komisi, kemudian dibalikkan lagi kepada pemerintahan daerah, sehingga jadilah sebuah buku APBD yang sudah nantinya dikirimkan ke Kementrian Dalam Negeri untuk disahkan sebagai acuan penggunaan keuangan daerah. 

"Nah, ini tidak dilaksanakan didalam KUA PPAS dan dengan pemerintah daerah didalam buku APBD tahun anggaran 2022 yang disusun pada tahun 2021 itu, hanya ada pekerjaan-pekerjaan 500 miliar yang nilainya reguler saja, bukan ditulis sebagai kegiatan tahun jamak. Jadi, ini kan merupakan pembohongan publik kepada masyarakat, didalam buku APBD itu tidak ada tertera kepada masyarakat bahwasannya anggaran tahun jamak itu sudah ditampung penggunaannya, melainkan hanya anggaran reguler berupa jalan dan beberapa ruas jalan yang ada di Sumut," urainya. 

Kemudian, lanjutnya, dipaksakanlah lelang itu muncul di bulan 2 tahun 2022, dengan tender dimenangkan oleh PT. Waskita Karya, yang pada waktu itu dengan nilai kontrak lebih kurang Rp.2,7 triliun, prediksi pembayaran adalah 67% - 33% tiap tahun, dan itulah rencana pembangunannya, rencana proyeknya. 

"Namun semua itu belum terlaksana, mengingat banyaknya temuan-temuan BPK, juga beberapa waktu lalu dari 15 teging yang sudah dikerjakan, ada temuan BPK lebih kurang 29 miliar, dari 64 teging di tahun 2022, yang harus selesai dan tuntas. Yang menjadi catatan miris bagi kita, anggaran sedemikian rupa digunakan 500 miliar DP-nya, yang sudah mengalami perombakan-perombakan cc kontrak di bulan 8, tetapi kegiatannya masih jauh daripada yang diharapkan masyarakat Sumut," ujarnya. 

Nezar juga mengatakan bahwa pemerintah provinsi Sumut, bersembunyi ditempat terang dengan mengatas namakan kegiatan tersebut, adalah sudah berjalan dan lain-lain. Tetapi sampai saat ini, kondisi situasi lapangan masih jauh daripada yang diharapkan dalam perjanjian-perjanjian yang sudah tertuang di kontrak, terkhusus juga daerah Deli Serdang, sebelum Pancur Batu, Bukit Tengkorak, masih jauh dari pengharapan bahkan pembebasan lahannya saja pun belum, ini menjadi tanggung jawab mereka. Dan bahwasannya mekanisme penganggaran sampai pelaksanaan, sampai pertanggung jawaban proyek multiyears itu, mereka katakan didalam kontrak adalah sesuai dengan rancang bangun, build and design. 

"Rancang bangun itu adalah ketika kita akan melakukan pekerjaan rancang dan bangun terus secara simultan, ini yang memiliki sertifikat Waranty. Sertifikat Waranty ini, sampai saat ini kita belum mendengar dalam penagihan termin yang di usulkan oleh PT. Waskita Karya kepada pemprovsu," ujarnya. 



Sementara Ketua Umum Masyarakat Garuda Sumatera Utara (Margasu), Hasanul Arifin Rambe, SPd, SH, juga ikut mengkritisi perihal proyek Rp.2,7 triliun itu. Dan dalam hal ini Hasanul Rambe dengan tegas mengatakan bahwa proyek Rp.2,7 triliun yang bermasalah itu harus diusut tuntas karena ada dugaan Korupsi dan Gratifikasi (Suap), serta proyek tersebut tidak memiliki payung Hukum dan itu juga telah memicu kegaduhan sosial di tengah masyarakat Sumut. 

"Adanya dugaan putus kontrak dengan pihak rekanan, subkon gagal bayar, menjadi bukti proyek multiyears itu bermasalah tidak ada tertulis dalam APBD Sumut 2022. Hanya bermodalkan MoU Gubsu Edy Rahmayadi dengan 2 pimpinan DPRD Sumut Baskami Ginting dan Rahmansyah Sibarani," jelasnya. 



Begitu juga dengan anggota DPRD Sumut periode 2019 - 2024, Drs H Syamsul Qamar yang famous dipanggil SQ, dalam keterangannya mengatakan bahwa Fraksi Partai Golkar menilai proyek multiyears infrastruktur jalan dan jembatan provinsi Sumut adalah merupakan 'Proyek Gagal'. Mengingat hasil peninjauan lapangan melalui pansus lkpj kemarin didapati setiap ruasnya tidak ada yang selesai, bahkan ada yang hanya 0,116% yang baru selesai.

"Fraksi Partai Golkar DPRD provinsi Sumatera Utara meminta agar semua kegiatan proyek multiyears yang menimbulkan kerugian agar diaudit oleh inspektorat dan aparat penegak hukum (APH) untuk mengevaluasi dan mendalami proyek tersebut," urai SQ. 

SQ juga, melalui Fraksi Partai Golkar mengusulkan agar dibentuk panitia khusus (Pansus) terkait proyek multiyears yang dimaksud itu. Karena ada temuan pansus lkpj akhir tahun 2022 yang menemukan rendahnya pencapaian proyek tahun jamak bahkan dinilai gagal. Berdasarkan regulasi pada Pasal 92 Peraturan Pemerintah No.12 tahun 2019, dan berdasarkan Permendagri No.77 tahun 2020 tentang Ketentuan Pelaksanaan Kontrak Tahun Jamak (multiyears), harus ditetapkan terlebih dahulu dengan Peraturan Daerah dan penganggaran kegiatan tahun jamak, harus didasarkan atas persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD. 

"Proyek multi years ini tidak memenuhi peraturan dan aturan yang ada, dimana mekanisme dalam penganggaran belanja daerah harus melalui prosedural, dimana etika dan tatib juga sudah dilanggar. Dan proyek ini seperti dipaksakan, tetapi pada kenyataannya tidak berjalan mulus. Dan sampai saat ini Fraksi Partai Golkar belum pernah menanda tangani terkait proyek tersebut, namun bila ada anggota dewan yang lain, yang meneken belakangan ini saya tidak tahu. Tapi kalau Fraksi Golkar konsisten sampai sekarang tidak ada menanda tangani. Apa yang sudah disampaikan Fraksi Golkar itu seperti itulah kondisinya," imbuhnya. 

Proyek Rp.2,7 triliun itu, lanjutnya, apabila dilaksanakan, justru cocok, setuju untuk kepentingan rakyat tapi sesuai lah dengan aturan yang berlaku. Partai Golkar sangat mendukung pembangunan untuk kepentingan rakyat tetapi sesuaikan dengan aturan, itu saja, jangan menyalahi aturan prosesnya. Ditanya apakah proyek Rp.2,7 triliun ini tetap dijalankan, "Ya, terserah, bagus, kalau duitnya cukup dan kontraktor itu mampu melaksanakan seperti apa yang diinginkan oleh gubernur, ya, silahkan," tutupnya. 



Sementara terpisah, Komisi D DPRD Sumut memanggil dan mengundang pihak counterpart, Dinas PUPR beserta jajarannya, Bappeda dan Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Provsu, untuk dimintai keterangan mengenai banyaknya pemberitaan terkait adanya dugaan pemutusan kontrak oleh Dinas PUPR dengan PT. Waskita Karya dan sudah sejauh mana progres pengerjaannya. 

Rapat dengar pendapat dipimpin oleh Ketua Komisi D, Benny Harianto Sihotang, SE (F-Gerindra) beserta Sekretaris, Rony Reynaldo Situmorang (F-Nasdem) dan tiga anggota lainnya, Ir H Yahdi Khoir Harahap MBA (F-PAN), Drs Tuani Lumban Tobing MSi (F-PDIP) dan Ir Loso Mena (F-PKB). 

Hadir dalam rdp itu, Plt. Kadis PUPR Setda Pemprovsu, Marlindo, Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa, Mulyono dan rekanan Dinas PUPR Sumut, PT. Waskita Karya, PT. Pijar Utama dan PT. SMJ (KSO). 



"Materi yang akan kita bahas adalah terkait maraknya pemberitaan mengenai dugaan Pemutusan Kontrak oleh Dinas PUPR Pemprovsu kepada PT. Waskita Karya, serta progres yang sudah dilaksanakan oleh KSO sudah berapa persen, karena ada laporan yang masuk ke kami tentang masyarakat dari Nias, dimana masyarakat Nias mengeluhkan bahwa belum tersentuhnya pembangunan di wilayahnya sama sekali sampai saat ini, mohon dengan sangat penjelasannya," tukas Ketua Komisi D DPRD Sumut, Benny Harianto Sihotang. 



Diberi ruang dan kesempatan dalam rdp tersebut, Marlindo pun memaparkannya. "Terkait Pemutusan Kontrak, itu tidak ada. Untuk progres, sudah  mencapai 42 persen, dimana kemaren progres ini, sampai dengan tanggal 14 Mei, minggu ke 49, masih 40 persen, jadi naik sebesar 2 persen. Total ruas yang dilakukan pekerjaan hingga minggu ke 49 berjumlah 95 ruas dari 163 ruas. Untuk  pengerjaan pengaspalan berjumlah 31 ruas, dan 17 ruas masih dalam proses. Total ruas yang telah selesai pekerjaan penghamparan B dan A berjumlah 53 ruas, dan 15 ruas masih dalam proses pelaksanaan. Kemudian 47 ruas dalam pengerjaan galian drainase dan pekerjaan bakalan batu drainase, namun 44 ruas terkendala pada pekerjaan drainase dan bahu jalan akibat adanya kesulitan permasalahan lahan. Didalam progres keuangan kita sudah memberikan ke PT. Waskita Karya sebesar 4,49 persen senilai seratus 4,49 persen. Dengan uang muka sebesar 119 miliar, namun sampai saat ini PT. Waskita Karya belum ada meminta termin," pungkas Marlindo. 


Dari keterangan itu, Loso langsung menginterupsi untuk berbicara. Usai diberi izin, Loso pun mengemukakan bahwa, "Ini tahun terakhir, kenapa tidak ada keseriusan dalam mengerjakannya, dari progres yang sudah dijalankan, mana yang tidak serius, kita tidak tahu, apakah Waskita yang tidak punya modal atau Pemprov yang tidak punya kesungguhan. Jadi, proyek Rp.2,7 triliun ini, seperti main-main. Kalau begini gayanya, omong kosong ini bisa selesai, tinggal berapa bulan lagi, 7 bulan lagi. Kalau Waskita mengharapkan SMJ mengerjakan tanpa modal, dari mana, Waskita tidak punya modal. Pemprov baru 100 miliar mengeluarkan anggarannya dari Rp.2,7 triliun, darimana bisa selesai. Jadi yang perlu kita bahas disini, bagaimana sesungguhnya capaian, ada atau tidak adanya anggarannya, kalau tidak punya anggaran, dan SMJ yang mengeluarkan anggaran, bagaimana mau kerja, mana ada, pakai apa, pakai angin mengerjakannya, mengapa kita bahas dalam-dalam, kita minta keseriusan Waskita dan Pemprov untuk menyelesaikan proyek ini, itu yang perlu kita tanya," tukas Loso. 

Mendengar keterangan Loso, pimpinan rapat pun mengatakan bahwa telah mendengar dari luar, bahwa pihak KSO terseok-seok masalah pendanaan, namun yang disampaikan tadi dengan 42 persen, pemprovsu baru membayarkan Rp.119 miliar, "Kita mau tahu dulu, itu kontraknya memang seperti itu kah apakah tidak sesuai dengan progres permintaan bayar," ujar mantan Dirut PUD Pasar Kota Medan. 



Yahdi pun kemudian menambahkan, "Saya mau tahu, hitungan 42 persen ini dari mana, apakah ketidak tercapaian progres tahun 2022 itu termasuk 40 persen ini, atau 40 persen ini progres di tahun 2023. Karena data yang tersampaikan disini bandingannya adalah terhadap target tahun 2023, target tahun 2023 itu 63,81 persen, target tahun 2022, 33,2 persen. Jadi, 42 persen ini, dari mana. Apakah progres 42 persen ini menyatakan memang sudah 42 persen ruas jalan yang sudah terselesaikan, atau 42 persen ini, disana sekian persen, dan disini 0 koma sekian persen, karena laporan pansus semalam ada yang 0,116 persen, artinya baru satu batu yang ditaruh disitu, apakah itu ditotal-total jadi 40 persen. Nah, yang ingin kami tahu, ruas yang tuntas, tas, selesai itu berapa persen, inikan hitungan persen, bisa macam-macam persepsinya. Di SCM3 sudah berapa kali teskes, 4 kali dalam minggu ke 4, progresnya malah berakumulasi terus, makin besar, deviasinya makin tinggi minus 20,74 persen pada SCM3 minggu ke 4. Kalau di teskes pertama di SCM3, itu deviasinya 16 persen, kedua 17 persen, naik terus, artinya 'unprogres' di lapangan, memang betul orang Waskita itu kerja kerja, tapi minim progres. Buktinya, disini dibuat fotonya di Kab. Batubara ruas 36, Tanjung Katung Bandar Basilam ruas 37, Bandar Kalipah Lalang, ini foto ini, sudah berapa bulan yang lalu yang dimasukkan ini, sudah 3 bulan yang lalu. Kalau sekarang, tidak ada kerja ini sama sekali. Jika dihitung itu paling hanya 3 persen saja. Dimana ruas jalan Bandar Kalipah ini sudah lama ditinggalkan, alatnya saja sudah tidak ada lagi. Artinya, pertanyaan kami, progres yang bagaimana, apa memang dari ruas yang 163 itu yang sudah selesai tuntas 42 persen. Kalau tuntas 42 persen berarti ada sekitar hampir 52 ruas yang sudah selesai, hebat itu," terang Yahdi. 



Sebelum pimpinan rapat melempar ke Dinas PUPR, untuk menjawab pertanyaan anggota dewan, Rony pun meminta izin interupsi, agar Dinas PUPR memberi kejelasan yang menyakinkan, mengapa PT. Waskita Karya diterima kembali.

"Saya ingin dulu mengejar dasar alasan KPA menyatakan memberikan kesempatan. Tolong dulu kasih kami kejelasan terkait dasar KSO diterima kembali," pungkas Rony Reynaldo Situmorang. 

Diminta untuk menjawab pertanyaan, Marlindo dalam kesempatan itu mengungkapkan terkait diberi kesempatan kembali kepada PT. Waskita Karya dalam mengerjakan proyek Rp 2,7 triliun. "Kita melihat bahwa dari pernyataan mereka itu, mereka akan menyelesaikan dalam sebulan 28 persen dan itu dibuktikan mereka dengan adanya peningkatan, dari situlah dasar kami," jelasnya. 

Dengan mengatakan bahwa adanya surat pernyataan dari PT.Waskita itu, maka pimpinan rapat, Benny Sihotang meminta kepada PUPR untuk membuat laporan secara tertulis terkait Surat Pernyataan Waskita, laporan SK itu tanggal per tanggal, begitu juga progresnya sekian ke sekian dan lompatan lompatannya sampai menyakinkan bahwa ini masih diberi kesempatan. 

"Sepertinya PUPR ini hanya gertak sambal saja, dimana pemutusan kontrak itu tanggal 18 April, Waskita buat surat pernyataan 21 April dan diterima kembali tanggal 2 Mei 2023, terlalu singkat prosesnya. Maka untuk itu kita minta secara tertulis laporan MK tanggal per tanggal, kemudian sampai turunnya surat memberikan kesempatan lagi oleh PUPR," tutupnya. 

Usai rapat dengar pendapat, awak media ini mengkonfirmasi Plt.Kadis PUPR Sumut, Marlindo, terkait proyek Rp.2,7 triliun. "Tadi kan sudah mendengarnya," jawab Marlindo. Kemudian media ini pun kembali mempertanyakan, adanya dugaan pemberian uang sebesar Rp.100 juta kepada Kadis Kominfo Sumut, Ilyas Sitorus. "Iya memang benar, kita ada memberikan uang sebesar Rp.100 juta kepada Kadis Kominfo Sumut, Ilyas Sitorus, uang tersebut dikelola untuk apa, kami tidak mengetahuinya, yang penting kami ada memberikannya," ucapnya sambil berlalu untuk memasuki lift DPRD Sumut. 



Terpisah, kemudian awak media ini pun mengkonfirmasi Kepala Dinas Kominfo Sumut, Ilyas Sitorus, terkait adanya dugaan penerimaan dana sebesar Rp.100 juta dari Dinas PUPR Sumut. Saat dikonfirmasi melalui sambungan selular, Ilyas Sitorus mengatakan, "Tulis sajalah, jangan sampai tidak ditulis ya," tandasnya. 

Sementara, terpisah pada rapat paripurna DPRD Sumut terhadap Ranperda PjP APBD TA 2022, Fraksi PDIP melalui juru bicaranya Drs H Syahrul Ependi Siregar M.Ei, memberikan tanggapan Fraksinya. 



"Kami menilai pembangunan di Sumut tahun 2022 dapat dikatakan Stagnan, hal ini terbukti dengan progres pembangunan proyek multiyears tidak memenuhi target yang telah ditetapkan Dinas PUPR Sumut. Dan kami meminta Gubernur Sumut dalam sisa masa akhir jabatannya alangkah baiknya menghasilkan kado pembangunan bagi masyarakat Sumut, bukan sebaliknya mewariskan atau meninggalkan pekerjaan yang mangkrak untuk dikerjakan gubernur selanjutnya," ucap Fraksi PDIP. 

Kemudian hal tersebut ditambahkan oleh Ketua Fraksi Partai PDIP, Mangapul Purba SE, dengan mengatakan bahwa, "Kita ingin mau menyampaikan pesan kepada pemprov, supaya melakukan kajian lebih dari situ soal kinerja, agar jangan terjadi hal-hal yang mengkhawatirkan dalam hasil pekerjaan yang akan dilakukan mereka dari anggaran APBD itu. Jangan ada nanti dikemudian hari sesuatu tidak terselesaikan. Agar tidak stagnan, maka harus dilakukan evaluasi terhadap opd opd yang menjadi Kuasa Pengguna Anggaran dalam kaitan pelaksanaan kinerja," terangnya. 

Harapan Fraksi Partai PDIP, lanjutnya, terkait proyek Rp.2,7 triliun ini, karena masih berjalan, janganlah sampai mangkrak. Kita meminta Inspektorat agar melakukan tugas dan fungsi pengawasan semaksimal mungkin dalam mengawasi kinerja SKPD atau OPD. 



"Kajian tahun ini kan, nanti di Desember, di lkpj tahun 2022, rekomendasi kita hanya perlu dilakukan peningkatan pengawasan terhadap kinerja OPD, sehingga kedepannya tidak jadi dan tidak diketemukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak selesai," tambahnya. 

Begitu juga halnya dengan pandangan Fraksi Partai Hanura terhadap Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan (pjp) APBD Sumut TA 2022 pada rapat paripurna DPRD Sumut yang dipimpin Wakil Ketua dewan, Rahmansyah Sibarani SH, didampingi Wakil Ketua dewan, Irham Buana Nasution dan dihadiri Gubernur Sumut yang diwakili Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Agus Tripriyono. 

Fraksi Partai Hanura dalam pandangan fraksinya, melalui juru bicara Irwan Simamora menilai proyek perbaikan jalan dan jembatan provinsi di Sumut senilai Rp.2,7 triliun yang dikerjakan secara multiyears dianggap, 'Gagal', karena progresnya baru terealisasi 4,49 persen dari target yang dijanjikan sebesar 33,556 persen. 

"Realisasi belanja proyek multiyears pada tahun 2022 hanya sebesar Rp.119 miliar atau sebesar 4,49 persen dari target sebesar 33,556 persen. Ini menunjukkan kegagalan proyek ini sudah terlihat sejak awal diusulkan," ungkap Fraksi Hanura.

Fraksi Partai Hanura juga  meminta penjelasan secara jelas dari Gubernur Sumut terkait nasib dan kelanjutan proyek multiyears tersebut, karena hanya terealisasi 4,49 persen di tahun 2022 dari yg ditargetkan sebesar 33,556 persen dan masih ada yang harus diselesaikan 95,51 persen. 

"Sesuai kontrak kerja proyek tahun jamak ini akan berakhir pada akhir tahun 2023. Tapi masih ada sekitar 95,51 persen pekerjaan yang harus diselesaikan. Apakah pemprovsu mampu menuntaskan pekerjaan 100 persen hingga akhir tahun ini," tandas Fraksi Hanura. 

Begitu juga kemudian Fraksi Partai Hanura dalam  penyampaian pandangan fraksi-fraksi di rapat paripurna Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Sumut TA 2022, melalui juru bicaranya H Rusdi Lubis SH MMA, mengatakan bahwa Fraksi Partai Hanura menekankan dalam proses pelaksanaan infrastruktur tahun jamak proyek Rp.2,7 triliun harus segera di awasi karena sangat rendah progres pengerjaan di tahun 2022, yakni sebesar 23 miliar yang dinilai hanya kejar  paket saja dan minim kualitas dalam pengerjaan. 

"Maka untuk itu Fraksi Partai Hanura meminta kepada Gubernur Sumut melalui OPD terkait membentuk tim khusus dalam meningkatkan pengawasan selama pelaksanaan di tahun 2023 yang harus selesai 100%," pungkas Fraksi Hanura. 



Kemudian awak media ini mengkonfirmasi Ketua Fraksi Partai Hanura, H Rusdi Lubis SH MMA di ruang Fraksi Hanura terkait pandangan Fraksi Hanura di rapat paripurna  Ranperda pjp APBD TA 2022. "Maaf no comen, karena gubernur itu kawan saya," ucapnya lirih sambil meninggalkan awak media tersebut dari ruang Fraksi. 



Selanjutnya ruang terpisah, media ini pun mengkonfirmasi ke Kepala Inspektorat Sumut, Lasro Marbun, terkait adanya pelaksanaan pembangunan jalan dan jembatan multiyears proyek Rp.2,7 triliun yang diduga adanya keterlambatan dalam pelaksanaannya, yang hanya progresnya sebesar 4,49 persen.

"Setahu saya sebagai membantu gubernur bidang pembinaan dan pengawasan, mencermati progres ini memang ada keterlambatan, keterlambatan di pelaksanaan sehingga dibicarakan di dprd, ada paling menghadapi keterbatasan, demikian untuk pelaksanaan kegiatan ini, tapi dengan adanya laporan, informasi dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang ke kami, berkenan dengan pekerjaan ini, secara teknis mereka masih menyakini, ini bisa dilaksanakan dengan baik dengan tuntas. Tugasnya Dinas PUPR adalah memonitor, mengendalikan, mengevaluasi minggu per minggu apakah schedule atau skema target perbulan itu bisa dilaksanakan, yang saya dengar dari pupr, ini akan bisa selesai sampai dengan di atas 90% bahkan mendekat 100% sampai bulan September," paparnya.

Kemudian Lasro juga mengatakan kalau tidak sesuai teori perencanaan, maka dengan ketentuan hukum keuangan, dihitung yang dikerjakan, lalu di bayar yang dikerjakan.  

"Gagal itu, dalam teori perencanaan presliris 19%, jadi kalau misalnya nanti tidak mencapai 85% dari teori perencanaan, itu dianggap berarti perencanaannya kurang tepat, tapi kalau dibilang gagal kan sudah fungsional, kalaupun 80%, misalnya 85% kan sudah dipakai masyarakat musional sudah gagal juga gitu. Cuman pencapaian target tentu tidak ideal. Terus yang kita bayar tentu yang apa yang nyatanya, kalau 90% ya 90%, kalau 100% ya 100%," tandasnya mengakhiri. 



Kemudian, selanjutnya media ini mengkonfirmasi Ketua DPRD Sumut, Drs Baskami Ginting, yang mempertanyakan terkait proyek multiyears Rp.2,7 triliun itu apakah termaktub di dalam RPJMD KUA PPAS TA 2022, yang dirancang di tahun 2021, karena selama ini ada dugaan proyek tahun jamak itu tidak masuk didalam buku APBD TA 2022. 

"Oh, ada itu. Di RPJMD itu ada, pastilah sudah ada didalamnya proyek Rp.2,7 triliun itu, kalau tidak ada, kita akan merevisi Perda nya," ujarnya. 




Sementara Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi saat dikonfirmasi langsung mengenai adanya dugaan proyek multiyears Rp.2,7 triliun itu, yang tidak sesuai dengan mekanisme, aturan dan peraturan di DPRD Sumut, yang juga diduga tidak melalui proses pengajuan KUA PPAS TA 2022 yang disahkan tahun 2021, serta tidak melalui rapat komisi, fraksi, dan finalisasi banggar, yang terindikasi hanya 2 orang saja yang menandatangani, yakni unsur pimpinan, ketua dan wakil ketua. 

Begitu juga dengan adanya dugaan pelanggaran UU No.5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Serta terakhir adanya indikasi Kadis PUPR Sumut, pada saat itu Bambang Pardede (mantan Kadis PUPR), ada memberikan uang ke Kadis Kominfo Sumut, Ilyas Sitorus sebesar Rp.100 juta, yang memberikan anggaran dana tersebut, Marlindo (yang pada saat itu menjabat sebagai Kabid Operasional). Kemudian hal itu dikonfirmasi ulang
kepada Plt. Kadis PUPR Sumut, Marlindo (yang saat dikonfirmasi masih Plt) dan sekarang Kadis PUPR Sumut. Marlindo dalam pernyataannya membenarkan hal tersebut. 

Dan konfirmasi melalui chat sudah berulang kali dikonfirm, namun pak Gub tidak pernah menjawab atau mengklarifikasi, konfirmasi tersebut, "Izin klarifikasinya pak Gub," tanya awak media ini. 

"Oh, terkait hal itu, biar nanti dibalas dengan staf saya ini ya, minta nomornya," jawab Edy Rahmayadi singkat kemudian berlalu. 

Melalui staf gubernur bernama Faki, media ini pun berulang ulang terus menghubungi untuk mendapat jawaban klarifikasi Gubernur Sumut. Namun saat dihubungi berbagai alasan yang diterima, pertama bapak masih puasa, kedua, bapak lagi sibuk menghadiri hari Bhayangkara dan kemudian seterusnya hingga berita ini ditayangkan, sambungan seluler pun tidak pernah lagi diangkat, meskipun nada panggil berdering. 



[jtsi team]
Share on Google Plus

About GROUP MEDIA KOMPAS7

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Posting Komentar